Selasa, 13 Mei 2008

Sepeda Idaman...


Mongoose Black Diamond 2007

Pertama kali lihat sepeda ini cuma lewat majalah yang namanya "MBAction" bulan Agustus 2007. Gila, sampe sekarang masih terngiang-ngiang tuh bentuk sepeda walau belum pernah ngeliat langsung. Yang bikin ngiler adalah bentuk frame yang kelihatan kokoh walaupun dibalut dengan warna putih.

Spek:
fork: Marzocchi 66 SL
rearshock: Fox DHX 4.0 Air
Rim: WTB Laser Disc FR
Ban: Kendal Nevegal FR 2.5
Hub: WTB Laser Disc Super Duty
Rem: Avid Juicy 7
Crankset: FSA Gravity dgn chainring 36T
BB: FSA Mega Exo
Shifter: SRAM X-7
RD: SRAM X-9
Pedal: X-pedo

Beratnya 38 pon (sekitar 18 kg) dan harganya $2900..hehe, kira-kira Rp. 27 jutaan.

Rabu, 07 Mei 2008

Sari Jorgensen


16 Sekrup dan 2 Plat di Tubuhnya

Jatuh dari sepeda, Sari Anna jorgensen mengalami kecelakaan parah di tahun 2001. 16 Sekrup dan 2 plat harus dipasang di tubuhnya. Itulah kecelakaan paling menakutkan yang dialaminya. Tapi ia mampu kembali bersaing dengan pembalap-pembalap kelas dunia di nomor downhill dan 4x.

”Karirku seperti mimpi indah yang menjadi kenyataan,” ujar rider 27 tahun ini. Ya, tanpa sengaja, sepeda menjadi jalan hidupnya sampai sekarang. Tahun 1991 adalah awal mula karirnya saat pertama kali mencoba turun di lomba cross country kelas anak-anak yang waktu itu diadakan di Swiss. Dan itu juga dilakukan secara tak sengaja saat sedang pergi bersama keluarganya.

Dan ia melihat kalau wanita selama ini selalu dianaktirikan dan diremehkan kemampuannya. Semua itu ia alami selama dua tahun awal perjalanan karirnya. Sampai suatu saat ia berkomitmen kalau ia harus menjadi wanita yang kuat dan mendukung rider-rider wanita yang ada. Kebetulan, ada pencari bakat yang sangat ingin ridernya adalah seorang wanita. Dia adalah Florian Wiesmann. ”I must support the girl,” begitu katanya.

Jalan satu-satunya agar lelaki tidak meremehkan perempuan adalah lewat permainan ektrim MTB yaitu downhill. Pertama kali turun mencoba trek downhill, Sari menggunakan sepeda hardtail. Tentu agak-agak sulit kalau menggunakan sepeda yang tidak berfitur double suspension bukan?! Tapi Sari sukses melakukannya. Mencoba turun di lomba yang sebenarnya dengan sepeda hardtail (saat itu ia baru berusia 13 tahun), waktu yang berhasil ditempuhnya hanya lebih lambat 9 detik dari si pemenang yang empat tahun lebih tua darinya.

Dengan prestasi seperti itu, Florian siap mendukung karirnya untuk dua tahun ke depan dalam hal mengikuti berbagai perlombaan, penyediaan sepeda, dan pendidikannya di sekolah (bahkan saat sedang mengerjakan tugas pelajaran di rumah).

Tapi sayangnya, Florian terlalu banyak turut campur dalam urusan Sari. Ia merasa masih sangat muda -saat itu berusia 14 tahun- untuk terlalu dikekang dalam hal didikan untuk menjadi seorang rider profesional. Sementara yang ia butuhkan sebenarnya adalah dukungan yang penuh dari segala hal yang ia lakukan, tidak hanya di dunia sepeda.

Walaupun begitu, dukungan sponsor terus mengalir buatnya. Adalah dari MTB Cycletech. Saat itu mereka belum punya sepeda downhill dan Sarilah yang berjasa agar menggunakan sepeda dari Florian Wiesmann.

Setelah malang melintang di sebagian besar dataran Eropa untuk turun di ajang perlombaan, saat berusia 15 tahun, Sari memutuskan untuk mencoba tantangan lain. Uang hasil tabungannya ia hitung ulang yang akan ia gunakan sebagai modal untuk pergi ke suatu negara di kawasan Amerika Utara, tempat berlangsungnya kejuaraan World Cup. Dengan dana pas-pasan, Sari nekat untuk pergi ke Kanada, yang saat itu menjadi tuan rumah salah satu seri World Cup Downhill di tahun 1997, untuk turun sebagai salah satu pesertanya.

Akhirnya Sari benar-benar sampai di Kanada dan siap turun di kelas downhill. Tapi, sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Sepeda yang ia gunakan tak mampu bersaing dengan sepeda-sepeda lain yang digunakan rider-rider kelas dunia. Iapun sempat putus asa. Pangkal permasalahan sebenarnya ada di sepeda hardtail yang dia pakai. Jalan keluar dengan cepat ia pikirkan. Untunglah ada yang mau menampungnya yaitu Yeti Team dibawah komando Mert Lawwill. Mereka memutuskan untuk menggunakan Sari sebagai pembalapnya. Tapi hanya bersifat sementara, artinya Sari harus mengembalikan sepeda tersebut setelah selesai balapan.

Jadilah ia turun lomba dan dengan kepercayaan diri yang tinggi, hasil yang sangat baik menghampirinya. Sari, yang kala itu baru berusia 16 tahun, masuk dalam sepuluh besar pembalap terdepan, tepatnya ia menempati posisi ke-9. Benar-benar prestasi yang diluar dugaan. Tak lupa ia berterima kasih pada Mert dan segera mengembalikan sepeda yang ia pinjam. Tapi saat akan menyerahkan sepeda Yeti tersebut, Mert mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan.”Pakailah sepeda ini buatmu sampai di kejuaraan World Cup USA,” begitu kata Mert. Satu kejutan lagi buatnya. Betapa senangnya Sari saat Mert tetap membolehkannya menggunakan sepeda tersebut di seri World Cup berikutnya. Kesempatan langka ini pun tidak ia sia-siakan. Latihan fisik, teknik, dan mental terus ia asah karena ketiga hal itu merupakan yang paling utama yang harus dimiliki seorang atlet.

Dan benar saja. Di Amerika Serikat, Sari meraih prestasi yang lebih baik dari yang ia raih di Kanada. Ia berhasil duduk di peringkat ke-6. Mert pun sangat bangga atas prestasinya itu. Akhirnya ia memutuskan akan memberikan sepeda yang dipakai Sari sebagai hadiah pribadi darinya. ”Bawa pulang sepeda ini dan rawatlah dengan baik,” ujarnya saat itu. Tak heran, kalau Sari mengganggap Mert sebagai salah satu orang yang paling berjasa dalam mendukung karirnya sebagai pembalap.

Balapan lain yang ia tunggu-tunggu adalah kejuaraan world championship di negaranya sendiri, Swiss. Di sini ia berhasil meyakinkan Mert kalau ia layak untuk masuk tim ”yang sebenarnya”. Mert pun juga sangat yakin akan kemampuan Sari sehingga ia ingin sekali mengontraknya di tahun 1998 dan hal itu benar-benar terjadi, Sari menjadi pembalap Yeti Team.

Gelar juara pertama buat timnya ia persembahkan saat berlangsung kejuaraan World Cup Downhill di Italia tahun 1998. Hebatnya, di akhir musim, ia menutup seri kejuaraan World Cup sebagai juara dunia junior. Prestasi yang tidak disangka-sangka dan betapa terkejutnya Mert saat itu. Tapi sebelum mengontrak Sari, Mert sudah berkeyakinan kalau anak ini pasti akan berprestasi, tapi tidak dalam waktu yang secepat ini. Benar-benar di luar dugaannya.

Sederetan gelar juara membuat Sari diperebutkan banyak tim. Tapi ia sangat ingin sekali bergabung dengan John Tomac di Tomac Team. Jadilah ia bergabung pada tahun 1999 dan 2000 di tim ini. ”Bergabung di Tomac team merupakan pengalaman paling mengesankan. Saya banyak belajar dan bersama-sama John sering melakukan eksplorasi tentang teknik membalap,” ujarnya. Sayangnya, tiba-tiba tim ini membuat peraturan baru yang mengharuskan pembalapnya harus berasal dari Amerika Serikat, yang artinya Sari mesti mencari tim lain. Tentu ia sangat kecewa tapi tak mampu berbuat apa-apa.

Kembali ia mencari sponsor dan kali ini mencapai kata sepakat dengan Intense. Kesialan kembali dialami Sari. Setelah beberapa waktu sebelumnya keluar dari Tomac Team, saat berada di Intense ia mengalami patah tulang bahu yang mengharuskan di dalam tubuhnya ditanam 16 sekrup dan 2 plat dan harus melakukan terapi sepanjang musim panas 2001. Akhir musim panas, saat sedang melakukan latihan menjelang seri World Cup, kembali bahunya sobek dan harus menjalani operasi kembali. Ia baru benar-benar sembuh setahun kemudian, tepatnya di musim panas 2002.

Sekarang, Sari terkenal sebagai seorang dirtjumper dan sering menjadi juri di event-event internasional. Untungnya ia tidak trauma setelah berbagai kecelakaan menimpanya. Justru ia menganggap ”Life is good!”.(Januari 2008)

Nama : Sari Anna Jørgensen

Tanggal lahir : 25.07.1980

Tempat tinggal : CH Radelfingen

Hobi : Sepeda, musik, sun (melihat matahari)

Musik : Metallica, Misfits, Ramones

Jatiluhur-Cariu


Foto: Nirfan Rifki

Menangkal Beban di Jalur Onroad

Adzan Maghrib sontak terdengar saat kami akan memulai perjalanan panjang membelah jalur Jatiluhur menuju Cariu, Bogor. Ya, penjelajahan yang seharusnya sudah kami mulai sejak siang hari, akhirnya molor berjam-jam dikarenakan banyaknya halangan dalam persiapan kami. Tak perlu kami jelaskan hambatan tadi, yang penting akhirnya kami memulai perjalanan kali ini di malam hari setelah maghrib, di tengah jalan aspal yang becek tanpa satupun penerangan lampu.

Tujuh orang kru Cycling ikut menjadi saksi betapa gelapnya jalan aspal Waduk Jatiluhur yang berada di Desa Kutamanah ini. Ditambah lagi, kami tidak menemukan jejeran rumah penduduk di kanan dan kiri jalan. Kengerian melanda kami. Kami takut kalau tiba-tiba ada orang ”iseng” mengerjai. Sampai-sampai kami berusaha sekuat tenaga dan sekencang-kencangnya untuk mengayuh, walaupun gelap sekalipun. Karena jalannya banyak yang berlubang dan ada beberapa yang digenangi air, mau tak mau kami pun melibasnya begitu saja. Ya, karena itu tadi, jalan sangatlah gelap.

Setelah kira-kira 2 km kami mengenjot, syukurlah sudah mulai terlihat kerlap-kerlip lampu rumah penduduk. Tak lama kemudian, kami sudah bisa singgah di sebuah warung. Kami pun beristirahat dan tak lupa bertanya-tanya ke pemilik warung tentang jalan yang akan kami lalui. Pemilik warung, yang akhirnya kami ketahui bernama Bahar, memberi bocoran kalau jalan yang akan kami lalui ini bisa tembus sampai ke Cariu. ”Asal banyak tanya supaya engga nyasar,” katanya.

Di warung Bahar inilah kami menyiapkan lampu sebagai ”teman” diperjalanan night ride ini. Tak seperti biasanya, kami tak membawa peralatan memasak semacam kompor, panci kecil dan lainnya. Kami pun tidak membawa bekal makanan untuk diperjalanan. Yang ada hanyalah beberapa botol air mineral. Pengalaman yang sudah-sudah, peralatan memasak tadi memang jarang sekali dipakai. Makanya, hitung-hitung beban yang ada di pundak kami selama berjelajah dulu, kini tak ada lagi.

Perjalanan kami lanjutkan setelah hampir setengah jam nongkrong di warung Bahar. Karena sudah ada lampu yang kami taruh di helm dan setang, kami tak perlu kuatir lagi akan kejeblos lubang, nyusruk ke dalam genangan air, atau malah nyeruduk batu-batu besar di tengah jalan. Di tengah jalan, kami sempat melihat pemandangan kota dengan lampu-lampunya yang berjejer rapi. Mungkin Anda sering melihat kerlap-kerlip lampu perkotaan di malam hari dari atas bukit. Seperti misalnya dari puncak. Tapi yang terlihat dari puncak, jejeran lampunya tidak rapi. Nah, kalau yang ini sangatlah rapi. Deretannya panjang sebanyak empat sap (susun) dan terlihat seperti sebuah kotak. Benar-benar indah. Tapi sayangnya, kami tak tahu apa nama kota itu karena tak ada orang yang dapat kami tanyai.

Kamipun melanjutkan perjalanan. Ternyata jalur ini sangat sulit untuk ditaklukan. Walaupun berupa jalan aspal, tapi karena sudah banyak yang rusak, kami rada-rada kesulitan saat akan menanjak ataupun melalui turunan. Akhirnya kami kena batunya. ”Ban belakang bocor nih,” kata Tomi. Tomi hampir saja celaka bila tidak cepat-cepat sadar kalau bannya sudah kehabisan angin. Kejadian ini berlangsung saat kami semua melahap turunan berbatu dengan sangat kencang. Nah, saat melewati batu yang sangat besar, ban belakang sepeda Tomi nyangkut dan terpental ke atas. Mungkin saat itulah bannya ikut bocor. Tapi kejadian ini dengan cepat bisa diatasi karena kami sigap akan hal-hal seperti itu. Ban dalamnya diganti dengan yang baru.

O iya, selain Tomi, kru Cycling yang ikut adalah Nirfan, Yoga, Doni, Rahmat, Hendrik, dan saya sendiri.

Tak jauh dari tempat kami mengganti ban, kami memutuskan beristirahat di sebuah warung yang ada di bibir Waduk Jatiluhur. Nurdin, sang pemilik warung, mengizinkan kami untuk menginap di situ sambil menikmati makan malam berupa ikan bakar buatannya.

Onroad yang Sangat Panas

Sinar matahari pagi menyilaukan kami yang sedang terlelap tidur. Tandanya, kami sudah harus bersiap lagi untuk memulai perjalanan. Ternyata tak jauh dari tempat kami menginap terpampang pemandangan indah waduk Jatiluhur dengan bukit-bukit yang berbaris rapi. ”Kaya’ di Bali ya,” ucap Hendrik. Hendrik memang pernah berjelajah sepeda di Bali, makanya ia yakin benar kalau pemandangan ini mirip dengan yang ada di sana.

Tapi pemandangan indah waduk ini merupakan yang terakhir dapat kami nikmati di sisa perjalanan menuju Cariu. Karena selanjutnya, perjalanan ini begitu menyiksa dengkul dan seluruh badan kami. Menyiksa dengkul karena begitu banyak tanjakan curam yang harus dilalui. Belum lagi hadangan lain dengan licinnya permukaan jalan. Siksaan bagi badan kami datang karena cuaca begitu panas. Sengatan sinar matahari di siang hari menyegat tubuh kami. Itu terjadi saat kami melewati kabupaten Karawang. Hamparan pemandangan sawah nan indah pun seolah luput dari perhatian karena kami begitu lelah dan selalu berusaha menghindari pancaran sinar matahari. Pohon sekecsil apapun selalu kami manfaatkan sebagai tempat berteduh.

Puluhan kilometer sudah kami lalui ketika sampai di Pasar Loji, memasuki daerah Cariu. Kami sudah tak kuat lagi menggenjot. Nafas terengah-engah dan bawaannya selalu ingin mereguk air di dalam botol mineral yang kami bawa. Karena perjalanan ini sudah tak mungkin diteruskan, yang disebabkan lelahnya badan kami dan juga sulitnya melewati jalan karena banyaknya hadangan truk-truk besar, maka kami pun memutuskan berhenti.(Januari 2008)

Trek Batulayah, Bali


Foto: Nirfan Rifki

Trek

Batu Layah-Balangan

Dari Bukit sampai Pantai

Trek dengan panjang 19 km di sisi lain Pulau Dewata. Bukit berbatu dan pantai yang masih sepi merupakan kelebihan jalur ini.

Anak-anak Hi’llander (klub pencinta MTB di Bali) yang merupakan penemu trek Batu Layah-Balangan ini selalu rutin mencoba dan sangat hafal akan berbagai rintangan yang ada. Awal mulanya adalah Jonie Noor dan Nyonyo yang melakukan perjalanan tanpa arah dari komplek Puri Gading tempat mereka tinggal, sekedar mencari berbagai jalan tembus sehingga akhirnya bisa sampai ke Pantai Balangan. Kebetulan juga waktu itu Hi’llander baru saja terbentuk. Makanya mereka mencari jalan yang bisa digunakan sebagai trek untuk mereka bermain nantinya.

Trek ini mulai di survey pada bulan Maret 2007 dengan startnya ada di komplek Puri Gading, tempat sebagian besar anggota Hi’llander tinggal. Selepas komplek Puri gading, lalu masuk ke arah Sekolah International Gandhi melewati hutan jati. Sampai di sini, permukaan trek berupa jalan tanah kombinasi single track dan jalan yang agak besar. Jalan juga masih mendatar/landai, belum ada turunan atau tanjakan yang dasyat.

Lepas dari situ, hamparan jalan kapur di daerah Balangan Pratama merupakan menu selanjutnya. Di sini treknya menanjak dengan sudut yang cukup curam. Kami yang sudah mencobanya juga agak kesulitan untuk menaklukannya. Tingkat kesulitan ada pada sudut kemiringan tanjakan tadi dan juga jalan yang dilalui rusak parah dengan batu-batu kapur berelimpangan di situ. Kira-kira sampai di sini, jarak yang sudah dihabiskan mencapai 5 km.

Kalau sudah bisa melewati jalan tadi, menu jalur selanjutnya lebih mudah ditaklukan karena hanya berupa jalan aspal dengan turunan yang landai. Nama jalannya adalah Pecatu Balangan sampai menuju ke Pecatu Graha sebelum kembali masuk ke jalur offroad.

Di jalur offroad selanjutnya inilah keindahan pulau Bali bisa kita lihat dari kejauhan, tepatnya di atas Bukit Sensus. Ada cerita menarik dibalik pemberian nama Bukit Sensus. Bukan pemerintah atau instansi lain yang memberikan nama bukit ini dengan sebutan ”sensus”, tapi Hi’llanderlah yang menyebutnya demikian karena waktu itu masing-masing anggota ditanyai umur dan tanggal lahirnya. Jadilah tempat ini bernama Bukit Sensus. Dari atas bukit ini kita bisa melihat ujung kepala Garuda Wisnu Kencana dan kepala burung pulau Bali (kalau kita lihat di peta, pulau Bali memang menyerupai burung) serta hamparan pantai nan indah.

Masih ada lagi pemandangan yang indah. Walaupun jalannya berupa campuran aspal, tanah dan kerikil yang sangat sulit dilalui, ditambah lagi tanjakannya yang curam, tapi bila kita bisa melaluinya, akan kembali terhampar suatu karya Tuhan yang begitu megah. Ya, dari atas Tebing Batu Layah/Bukit Madu ini, pemandangan yang ada di Bukit Sensus kembali bisa dilihat. Tapi ada tambahannya berupa tebing-tebing curam yang kelihatan berbahaya namun indah untuk dilihat. Sepanjang kurang lebih satu kilometer, perjalanan akan ”dibimbing” oleh tebing- tebing yang sangat tinggi itu di kanan dan kiri jalur.

Lewat dari sini, single track tanah berupa turunan sudah menunggu. Kehati-hatian dituntut agar bisa melahap jalan yang satu ini karena turunannya tidak lurus seperti biasanya, tapi menyamping. Karena kalau kita lurus, di depan sudah menunggu jurang yang sangat dalam. Terus saja menurun sampai ketemu jalan aspal. Sebenarnya jalan ini kembali ke jalan Pecatu Balangan tadi. Tapi kalau yang pertama tadi ada di atas bukit, sekarang kita tembus di jalan bawahnya ke arah pintu masuk komplek Puri Gading.

Dari sini, jalan menuju ke pantai Balangan berupa jalan aspal yang bisa dilalui oleh mobil. Saat sudah memasuki daerah pantai, sepeda harus melalui tangga tebing yang jumlahnya puluhan. Anda harus berhati-hati di sini karena menurut kabar yang beredar, pernah ada yang terjatuh.

Kalau Anda tidak ingin ke pantai Balangan, Anda bisa finish di bukitnya. Jadi tak perlu turun sampai ke pantai. Dari atas bukit ini pun terpampang jelas hamparan laut yang luas dengan keindahan pura-pura di penggir pantai. Kalau Anda lapar, tinggal memetik jambu monyet yang ada di sekitar tempat itu. Gratis kok.

Titik Berbahaya

Trek ini memang menyajikan sebagian besar tanjakan. Tapi banyak juga titik-titik berbahayanya. ”Pernah, salah satu member gowes paling depan dan cukup kencang melewati segerombolan sapi ternak penduduk, salah satu sapinya kaget sehingga tali pengikatnya lepas. Tali tadi melilit ban dan crank. Jadilah sepeda sama orangnya jumpalitan keseret sapi,” ucap Jonie Noor yang akrab disapa Ibung ini. Jadi, Anda patut berhati-hati karena jalan-jalan tadi masih sering dilewati hewan ternak.

Titik lain yang berbahaya ada di tebing Batu Layah karena kalau sampai terjerumus ke bawah tebing, nyawa Anda bisa melayang. Rata-rata tinggi tebing tersebut lebih dari 30 meter.

Jalan aspal di Balangan pun termasuk berbahaya. Seringkali banyak mobil atau motor yang ngebut karena jalanannya sepi. Anda harus berhati-hati saat berada di tikungan. Kalau Anda tertabrak, ya tebak sendiri saja deh.

Untuk cuaca, daerah Batu Layah tergolong panas walaupun berada di atas bukit. Batu Layah, yang masuk dalam daerah Jimbaran ini, memang tidak seperti Bedugul yang terkenal dingin. Pokoknya, sama dengan cuaca pantai khas Bali.

Jika Anda ingin mencoba trek ini, bisa menghubungi Ibung atau Enong. Sudah banyak klub-klub MTB yang main di sini, seperti Maseyuge Cycling Club/CC, McDonald CC, MTB Community, Satak CC, dan lain-lain. ”Kami pun senantiasa siap menemani,” tambah Ibung.(Desember 2007)

Trek Batu Layah Balangan

Contact person: Ibung dan Enong

Jl. Raya Puri Gading I , Blok F3 no.19

Telp. 0361 - 8572946

Kompl. Perum. Puri Gading - Jimbaran

Bali 80364

Trek UI


Foto: Jaya Suman dan Damhar

Maen Offroad di Hutan Kota UI

Satu-satunya hutan kota dengan udaranya yang segar yang dekat dengan Jakarta. Banyak jalur sepeda yang bisa dieksplor di areal kampus Universitas Indonesia (UI). Di UI yang luas arealnya mencapai 50an hektar ini, jalur offroad bebas digunakan untuk bermain sepeda MTB. Cross country dan semi downhill lah.

Ya, walaupun kawasan UI berada di Kotamadya Depok yang “aslinya” merupakan bagian dari Propinsi Jawa Barat tapi karena status UI yang merupakan kampus “milik” Jakarta, jadilah Depok masuk ke dalam lingkup daerah Ibukota.

Trek UI yang fiturnya adalah trek cross country, terbagi dalam banyak bagian wilayah yang dikotak-kotakkan. Trek Mangkok, trek belakang hutan, dan trek yang ada di Jembatan TekSas (Teknik Sastra). Yang paling sering digunakan para pesepeda adalah yang berada di seberang Fakultas Teknik. Banyak orang menyebutnya dengan Trek Mangkok, karena di sana ada semacam rintangan berbentuk mangkok. Itu hanyalah patokannya bila ingin menuju ke trek ini. Bila sudah berada di tempat ini, terhampar berbagai jenis rintangan dan juga trek cross country yang satu putarannya bisa mencapai 1,2 km.

Menurut Damhar, yang selama ini disebut sebagai kuncennya Trek UI, banyak jalan yang bisa dipilih untuk melahap satu putaran. “Bagi yang baru pertama kali datang dan bermain mungkin akan bingung jalan mana yang harus dipilih,” ujarnya. Ya, memang benar. Saat sudah masuk ke dalam trek, banyak persimpangan yang bisa membuat Anda bingung.

Selain trek XC, di kawasan mangkok juga ada beberapa jenis rintangan semacam berm, table top, single jump, drop off, dan double jump. Mereka yang ingin berlatih teknik bermain downhill atau dirtjump bisa gunakan “fasilitas” ini.

Trek “Baru”

“Selama masih bisa dilewati dan rumputnya tidak tinggi, kita bisa eksplor beberapa kawasan lain di hutan ini. Yang penting jangan takut nyasar,” tambah Damhar, yang sudah bermain sepeda di kawasan ini sejak tahun 1992.

Damhar juga yang membimbing Cycling menyusuri trek yang selama ini jarang dijamah MTBer. Padahal jalurnya sangat asik dan cukup menantang. Start dimulai dari areal belakang hutan, tepatnya dari jalan belakang asrama mahasiswa yang ada di dekat pintu keluar arah Pasar Minggu. Jalur ini lebih tepat disebut sebagai jalur fun XC.

Dengan panjang trek 1,5 km, di dalam hutan lindung ini juga banyak beragam tikungan, lebih tepatnya pertigaan dan perempatan. Kalau baru pertama kali main, pasti akan nyasar. Asiknya, tak banyak tanjakan atau turunan curam karena jalurnya mendatar. Komposisi tapak treknya pun berupa tanah liat halus. Tapi kalau hujan ataupun becek, tanah hutan ini tidak akan membuat ban Anda tampak seperti donat. Tanahnya tidak menempel dan cepat terlepas dari ban.

Ada satu turunan yang cukup berbahaya. Di bawah turunan tersebut ada semacam selokan selebar 1,5 meter yang dipasang jembatan selebar kurang dari ½ meter. Lebih baik Anda menuntun sepeda dulu saat melewati tempat tersebut.

Tembusan dari trek ini bisa di areal mangkok atau di depan plank UI yang terkenal dengan sebutan Bolywood UI tersebut. Nah, bagi yang pilih jalan tembus ke Bolywood UI, Anda bisa meneruskan perjalanan ke arah areal mangkok dengan komposisi trek cukup mendatar, ada pilihan berupa pump track, dan satu buah turunan curam sebelum tembus ke danau.

Jembatan TekSas

Pilihan lain dari trek hutan UI ada di areal antara fakultas teknik dan sastra. Bentangan Jembatan TekSas bisa menjadi patokan untuk menuju ke jalur ini. Apa sih Jembatan TekSas? Chandra, salah seorang mahasiswa UI jurusan sastra memaparkan kalau jembatan ini dibangun untuk menghubungkan fakultas teknik dan sastra. “Pembangunannya dibuat begitu ciamik dan sedap dipandang. Padahal fungsinya hanyalah sebagai sarana penyeberangan,” ujarnya.

Kembali ke trek. Anda yang sudah sampai di tempat ini haruslah mencoba bentangan trek antara kawasan fakultas teknik dan sastra yang dibelah oleh Danau Mahoni. Menyusuri pinggiran danau, memang sudah ada jalur buatan dari batu conblock yang lebarnya 1 meter. Tentu kurang asik kalau tidak mencoba trek yang beralaskan tanah dan rumput.

Letak jalur offroad di daerah ini berada di bagian atas (sekitar 1 meter) dari jalur asli (jalur batu conblock). Anda pun disuguhi berbagai pilihan rintangan, dari mulai turunan rumput curam, turunan anak tangga, dan tanjakan yang pendek-pendek.

Urban DH di Kampus, Why Not?!

Di hari libur, dimana kampus tidak disesaki massa, Anda bisa mencoba kombinasi lain berupa trek urban downhill. Di fakultas sastra, banyak anak tangga yang bisa dituruni. Begitu juga drop off yang tidak terlalu tinggi dan relatif aman. Finishnya tentu berada di dekat danau, di jalur conblock tadi. Tinggal dimodifikasi sedikit, bisa jadi lokasi ini menjadi buruan para downhillers. Oiya, panjang trek ini kurang lebih hanya 300 meter.

“Silahkan saja kalau ingin menggunakan tempat ini. Yang penting tidak merusak fasilitas kampus,” ujar Adi Putranto, Manajer Hubungan Kemahasiswaan UI.

Lebih asik lagi kalau diperbolehkan mencobanya dari dalam gedung. Sayang, Adi belum berani memberi kepastian tentang perizinannya.

Selain jalur offroad, UI juga punya jalur khusus sepeda yang baru diresmikan bulan Maret lalu. Jalur tersebut sampai saat ini merupakan satu-satunya jalur sepeda yang berada di dalam lingkungan kampus untuk seluruh Indonesia. Panjangnya mencapai 20an km dan terhubung ke semua fakultas yang ada, disertai fasilitas tempat parkir dan halte.

Dengan adanya jalur ini, makin banyak pilihan buat biker untuk mencoba trek yang ada. Mau yang offroad atau yang onroad yang keduanya tanpa diganggu oleh kendaraan bermotor.